Selasa, 06 Juli 2010

CETAK BIRU INDUSTRI MUSIK NASIONAL (Bagian 5)

PILAR INSTITUSI
Peranan pilar institusi, dalam hal ini secara spesifik adalah aspek hak atas kekayaan intelektual (HKI), adalah yang pa-ling signifikan bagi industri musik, seperti ditunjukkan oleh hangatnya diskusi dan masukan dari berbagai narasumber. Banyak pendapat yang bahkan menyatakan bahwa tanpa perubahan yang signifikan dalam hal perlindungan HKI, maka berbagai langkah dan dan strategi pengembangan untuk industri musik akan sia-sia atau minimal dampaknya. Dengan kata lain, langkah pembenahan dalam bidang ini harus menjadi prioritas utama.

Beberapa isu mendasar terkait ini adalah:

Ketimpangan di rantai distribusi industri musik akibat lemahnya regulasi
Tumbuhnya alternatif-alternatif jalur distribusi belum diikuti penataan yang tepat. Pola interaksi antara pencipta-label-jalur distribusi harus ditata dengan lebih spesifik. Seorang musisi melakukan protes kepada label, ketika musiknya digunakan di berbagai jalur distribusi tanpa seizin musisi tersebut. Itu sudah merupakan hal yang tak asing lagi. Penataan spesifik di rantai distribusi ini juga harus mempertimbangkan kemungkinan pembajakan.
Saat ini, konser lebih dinikmati oleh para musisi, karena memang sudah lebih dahulu pesimis dalam mengandalkan penjualan kepingan album. Carut marut rantai distribusi menjadi alasannya. Bahkan salah satu penyebab the rising of indie label juga adalah kondisi di rantai distribusi yang kurang kondusif.

Pembajakan merupakan ancaman terbesar dalam industri musik
Menurut data ASIRI 2007, penjualan musik ilegal atau bajakan mencapai 95,7% sementara musik legal hanya tinggal 4,3%. Hal ini menunjukkan gagalnya penegakan terhadap UU No.19/2002 tentang Hak Cipta.
Pembajakan ini dapat berakibat fatal bagi industri musik Indonesia, karena akan menurunkan semangat para pelaku di industri musik Indonesia untuk berkarya. Selain itu, hal ini juga berdampak bagi industri label rekaman yang akhirnya banyak mengubah haluan bisnis dengan mengambil alih manajemen artis untuk menggantikan pemasukan yang hilang akibat penjualan rekaman yang menurun drastis karena maraknya produk bajakan.

Peningkatan jumlah pembajakan dari tahun ke tahun
Ilustrasi tabel berikut yang menunjukkan betapa tajamnya peningkatan volume pembajakan dalam industri musik adalah bukti nyata bahwa pembajakan adalah isu mendasar bagi industri musik. Bahkan, dalam tahun 2007 saja diestimasikan bahwa jumlah unit bajakan yang terjual naik 15% dibandingkan tahun 2006.

Pertunjukan musik rusuh dan sering menelan korban jiwa
Semakin maraknya industri musik di Indonesia tentunya diikuti dengan maraknya pertunjukan/tur musik di seluruh pelosok tanah air. Ketidaksiapan aparatur keamanan di daerah-daerah serta pihak penyelenggara pertunjukan musik ini mengakibatkan sering terjadinya kerusuhan yang akhirnya menelan korban jiwa. Mulai dari konser band Ungu pada hari Selasa, 19 Desember 2006 di Kedung Wuni, Pekalongan, Jawa Tengah yang berakhir dengan tewasnya 10 penonton, diperkirakan karena terinjak-injak sesama penonton. Konser musik dari grup band Nidji dan Andra & The Backbone pada Minggu sore, 16 Maret 2008 di Tasikmalaya, Jawa Barat rusuh. Konser musik Duo Maia di Malang, Jawa Timur pada Sabtu, 5 April 2008 malam juga rusuh dan memakan korban (setidaknya 36 orang pingsan kare-na kehabisan nafas), dan masih ba-nyak pertunjukan musik lainnya yang rusuh dan menelan korban jiwa.

Hal ini tentunya perlu ditanggapi serius oleh pemerintah, dan diselesaikan secara bijaksana, bukan de-ngan tidak mengizinkan diadakannya pertunjukan musik di daerah yang mengalami musibah tersebut.

Indie masih sering dikonotasikan negatif oleh masyarakat
Dahulu memang identik dengan komunitas punk, yang kurang bisa diterima khususnya oleh kelompok tua. Identitas itu masih tersisa, dimana indie identik dengan brutalitas, bahkan premanisme. Kerusuhan konser indie di Balai Kota Bandung baru-baru ini dianggap menguatkan proposisi identitas brutal tersebut. Padahal proposisi tersebut kurang tepat. Memang komunitas indie harus menunjukan nilai-nilai positifnya lebih intensif lagi kepada masyarakat.

Saat ini industri musik telah menempuh sebuah fase perkembangan yang sesungguhnya sangat signifikan dan positif yaitu:

Sistem penghargaan industri musik Indonesia kondusif untuk kreativitas
Sistem royalti (tidak lagi ‘jual putus’) dalam industri musik membuat musisi berpacu untuk berkreasi, karena jerih payah mereka akan lebih dihargai secara berkelanjutan dalam sistem royalti ini.
Hal ini sayangnya akan menjadi sia-sia jika isu pembajakan tadi tidak diatasi.

PILAR LEMBAGA PEMBIAYAAN (FINANCIAL INTERMEDIARY)
Pembiayaan merupakan masalah klasik yang dijumpai hampir di setiap subsektor industri kreatif, termasuk dalam musik. Walau demikian, tidak ada isu spesifik dalam industri musik terkait pembiayaan yang memerlukan perhatian atau prioritas lebih dibandingkan dengan sektor industri kreatif lain, selain masih rendahnya apresiasi perusahaan besar terhadap musik independen yang sangat membutuhkan pendanaan.

Sumber : - Rolling Stone -

Bersambung ke bagian 6...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar